Kamis, 28 November 2013 11:54 WIB
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah Anggota Komisi I DPR berupaya bertemu dengan Edward Snowden terkait kasus penyadapan di Rusia. Namun, Wakil Ketua Komisi I TB Hasanuddinmenyarankan agar pihaknya tidak perlu sibuk bertemu Snowden.
Sebab, pertemuan itu tidak bisa dilakukan secara terbuka karena masih menjadi buronan Amerika Serikat.
"Lebih bagus niat ini (bertemu Snowden) diserahkan ke pemerintah, dan ini mampu melakukan dilakukan secara silent (diam-diam)," kata Hasanuddin di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (28/11/2013).
Apalagi, ujar Hasanuddin, Rusia akan melindungi Snowden. Sehingga pertemuan tersebut dirasa tidak mudah.
"Snowden juga banyak kelemahannya, tidak bisa secara vulgar disampaikan DPR," katanya.
Hal senada juga dikatakan oleh Anggota Komisi I DPR Susaningtyas Kertopati.
"Kemungkinan bisa (bertemu) kalau pihak Rusia mengizinkan. Saya tidak tahu apakah sifatnya suaka, diplomatik base nya saya tidak tahu, dia dalam kondisi dibawah ancaman," kata perempuan yang akrab dipanggil Nuning.
Selain itu, ujar Politisi Hanura itu,
DPR belum mengetahui apa motif Snowden membocorkan informasi itu.
DPR belum mengetahui apa motif Snowden membocorkan informasi itu.
"Apakah dengan bertemu Snowden bisa mengintingkan dua belah pihak (Indonesia dan Australia), dia juga agennya siapa? Apakah murni pribadi, atau Snowden adalah titipan," imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan Badan mata-mata Australia menyadap telepon Presiden SBY, Ani Yudhoyono istrinya, dan sejumlah menteri dalam kabinet SBY. Demikian laporan sejumlah media asing dari sejumlah dokumen rahasia yang dibocorkan whistleblower asal AS, Edward Snowden, yang berada di tangan Australian Broadcasting Corporation (ABC) dan harian Inggris The Guardian.
Dokumen-dokumen itu menunjukkan bahwa badan intelijen elektronik Australia, Defence Signals Directorate, melacak kegiatan Yudhoyono melalui telepon genggamnya selama 15 hari pada Agustus 2009, saat Kevin Rudd dari Partai Buruh menjadi Perdana Menteri Australia.