Selasa, 20 Agustus 2013

Mosi Tidak Percaya terhadap Rezim SBY-Boediono Mulai Digalang

Rabu, 21 Agustus 2013 , 07:54:00 WIB
Laporan: Yayan Sopyani Al Hadi



RMOL. Selain kasus suap di SKK Migas dan juga nilai tukar rupiah yang kian melemah, kebobrokan pemerintahan SBY sebenarnya sudah terlihat sejak lama. 

Misalnya saja,  kata Ketua Umum Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Masinton Pasaribu, dengan utang luar negeri yang terus meningkat. Kini utang luar negeri Indonesia sudah  mencapai Rp 2.023 triliun. Utang dalam jumlah besar ini mengakibatkan anggaran negara terus tersedot yang berakibat pada pengurangan subsidi untuk rakyat, seperti subsidi bahan bakar minyak (BBM), subsidi pupuk dan lain-lain.

SBY, yang dibalut politik citra itu, lanjut Masinton beberapa saat lalu (Rabu, 21/8), juga tak mamu membawa Indonesia berdaulat. Bahkan, sebagai negara agraris dan maritim terbesar di dunia, Indonesia justru mengimpor beras, gula, garam, singkong dan bahan pangan lainnya. 

Sementara itu, lanjutnya, kekayaan minyak dan gas yang terkandung dalam bumi Indonesia 85 persen sudah dikuasai dan dikelola oleh perusahaan asing.

"Sembilan tahun dipimpin presiden SBY Indonesia tidak lagi memiliki kedaulatan energi dan pangan bahkan kedaulatan politik. Indonesia kembali terjajah. Repdem mengajak rakyat Indonesia menggalang mosi tidak percaya terhadap pemerintahan SBY-Boediono untuk selamatkan Indonesia," demikian Masinton. [ysa]

Politikus PPP Desak KPK Tetapkan Jero jadi Tersangka

Selasa, 20 Agustus 2013


JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Ahmad Yani meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik uang USD 200 ribu di ruang kerja Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Waryono Karno. Ia mendesak sekjen bahkan atasannya, Menteri ESDM Jero Wacik ditetapkan menjadi tersangka.
"Uang yang ditemukan di ESDM perlu ditetapkan tersangka, Sekjen kalau perlu atasannya (Menteri ESDM Jero Wacik)," ujar Yani di DPR, Jakarta, Selasa (20/8).
Ia menambahkan, dalam mengusut kasus di Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas, KPK harus menarik mundur lima tahun ke belakang pada saat masih BP Migas.
"Waktu masih BP Migas banyak sekali praktik-praktik dugaan-dugaan laporan korupsi itu sendiri," ucap Wakil Ketua Fraksi PPP itu.
Yani menyatakan, KPK harus menjadikan kasus SKK Migas untuk membongkar pintu masuk kasus Migas. Menurut dia, kalau KPK seperti kasus-kasus sebelumnya di mana berhenti pada kasus suap-menyuap maka komisi antikorupsi akan gagal membongkar tiga sektor paling penting.
"Tiga sektor itu kan, sektor pajak, sektor perbankan dan sektor sumber daya alam dan migas kita ini," kata Yani. (gil/jpnn)

Senin, 19 Agustus 2013

Mr. Syafruddin Prawiranegara, Presiden RI Ke-2 Yang Terlupakan

Jakarta – Acara peringatan seabad Mr. Syafruddin Prawiranegara seolah ingin mengukuhkan salah satu tokoh perjuangan kemerdekaan tersebut sebagai presiden RI ke-2. Mr Sjafruddin adalah presiden RI yang terlupakan.
Peringatan seabad Mr Sjafruddin (1911-2011), digelar di Gedung Chandra Bank Indonesia (BI), Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (28/2/2011).
Hadir dalam kesempatan tersebut Wakil Presiden Boediono mewakili Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sedang berhalangan karena baru pulang dari luar negeri. Hadir pula pimpinan lembaga negara seperti Ketua MPR Taufiq Kiemas, Ketua DPR Marzuki Alie, Ketua DPD Irman Gusman, dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfudz MD, dan Seskab Dipo Alam.
Keluarga almarhum Mr Sjafruddin pun juga diundang dalam acara tersebut, di antaranya sang putra Farid Sjafruddin. Bertindak sebagai Ketua Panitia Peringatan seabad Mr Sjafruddin adalah mantan Wakil Ketua MPR AM Fatwa.
Sejak dimulai, pembawa acara Sandrina Malakiano menegaskan kepada audiens bahwa sebelum Presiden SBY, bukan cuma ada 6 presiden yang mendahului, melainkan 7 presiden termasuk Mr Sjafruddin. Sejak merdeka, Indonesia mempunyai 7 presiden, 11 wakil presiden, 13 perdana menteri, dan 41 kabinet.
“Mr Sjafruddin adalah presiden Indonesia yang terlupakan,” kata mantan presenter TV tersebut.
Mr Sjafruddin dinilai layak disebut Presiden karena pernah menjadi Ketua/Presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) tahun 1948. Saat itu, terjadi Agresi Militer Belanda ke II saat Presiden Soekarno dan Wapres Mohammad Hatta ditawan oleh penjajah.
Mr Sjafruddin, yang tengah berada di Sumatera Barat (Sumbar), memproklamirkan berdirinya PDRI untuk menyelamatkan nafas NKRI yang baru berumur 3 tahun. Mr Sjafruddin juga yang mengupayakan perjanjian Room-Royen yang mengakhiri pendudukan Belanda dan dibebaskannya tokoh proklamator Soekarno-Hatta. Tanggal 13 Juli 1949, setelah kurang lebih 209 hari memimpin PDRI, Mr Sjafruddin menyerahkan mandatnya kepada Soekarno-Hatta.
“Mr Sjafruddin adalah penyelamat republik. Oleh Bung Hatta, beliau disebut sebagai presiden darurat,” kata AM Fatwa atas penyandangan gelar ‘presiden’ Mr Sjafruddin yang hingga kini masih debatable itu.
Mr Sjafruddin lahir di Serang, Banten, 28 Februari 1911, merupakan anak dari seorang jaksa bernamaArsyad Prawiraatmadja. Mr Sjafruddin menempuh pendidikan di ELS pada tahun 1925, MULO di Madiun tahun 1928, dan AMS Bandung tahun 1931. Pendidikan tingginya adalah Rechtshogeshool Jakarta (sekarang Fakultas Hukum Uviversitas Indonesia) tahun 1939 dan berhasil meraih Meesterning de Rechten (Magister Hukum).
Mr Sjafruddin adalah anggota Badan Pekerja KNIP (1945), yang bertugas mempersiapkan garis besar haluan negara RI sebelum merdeka. Mr Sjafruddin adalah pejabat menteri keuangan pertama RI (1946), dan Menteri Kemakmuran (1947). Setelah PDRI yang diketuainya menyerahkan mandat, ia sempat diangkat sebagai Wakil Perdana Menteri pada tahun 1949. Ia kembali diangkat menjadi Menkeu di kabinet Hatta pada Maret 1950 dan menelurkan kebijakan yang cukup terkenal saat itu, yakni pengguntingan uang dari nilai Rp 5 ke atas (Gunting Sjafruddin).
Ia kemudian menjabat sebagai Gubernur BI yang pertama tahun 1951. Setelah itu, Mr Sjafruddin memilih bergabung dengan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang juga berbasis di Sumatera, sebuah gerakan untuk menentang kebijakan presiden Soekarno. Gara-gara sikapnya yang berlawanan tersebut, ia sempat dipenjarakan oleh Soekarno tanpa proses pengadilan.
Berdasarkan agenda kegiatan yang dibagikan kepada wartawan, ada beberapa buku yang akan diterbitkan menyambut 1 abad Mr Sjafruddin ini. Di antaranya adalah “Sjafruddin Prawiranegara Lebih Takut kepada Allah,” dan “.”Presiden Prawiranegara, Kisah 209 hari Mr Sjafruddin Memimpin Indonesia“.
Selain itu digelar pula seminar mengenai sosok Mr. Sjafruddin di berbagai kota mulai pertengahan Maret hingga Juni 2011. Panitia juga membuat film dokumenter tentang Mr Sjafruddin.
Mengenal lebih dekat sosok Mr. Sjafruddin Prawiranegara
Syafruddin Prawiranegara, atau juga ditulis Sjafruddin Prawiranegara lahir di Banten, 28 Februari 1911. Beliau adalah pejuang pada masa kemerdekaan Republik Indonesia yang juga pernah menjabat sebagai Presiden/Ketua PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) ketika pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda saat Agresi Militer Belanda II 19 Desember 1948.
Di masa kecilnya akrab dengan panggilan “Kuding“, dalam tubuh Syafruddin mengalir darah campuranBanten dan Minang. Buyutnya, Sutan Alam Intan, masih keturunan Raja Pagaruyung di Sumatera Barat, yang dibuang ke Banten karena terlibat Perang Padri. Menikah dengan putri bangsawan Banten, lahirlah kakeknya yang kemudian memiliki anak bernama R. Arsyad Prawiraatmadja. Itulah ayah Kuding yang, walaupun bekerja sebagai jaksa, cukup dekat dengan rakyat, dan karenanya dibuang Belanda ke Jawa Timur.
Kuding, yang gemar membaca kisah petualangan sejenis Robinson Crusoe, memiliki cita-cita tinggi — “Ingin menjadi orang besar,” katanya. Itulah sebabnya ia masuk Sekolah Tinggi Hukum (sekarang Fakultas Hukum Universitas Indonesia) di Jakarta (Batavia).
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia.
” Kami menguasakan kepada Mr Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran RI untuk membentuk Pemerintahan Darurat di Sumatra ”
Ketika Belanda melakukan agresi militernya yang kedua di Indonesia pada tanggal 19 Desember 1949, Soekarno-Hatta sempat mengirimkan telegram yang berbunyi, “Kami, Presiden Republik Indonesia memberitakan bahwa pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 djam 6 pagi Belanda telah mulai serangannja atas Ibu-Kota Jogyakarta. Djika dalam keadaan Pemerintah tidak dapat mendjalankan kewadjibannja lagi, kami menguasakan kepada Mr Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran RI untuk membentuk Pemerintahan Darurat di Sumatra”.
Telegram tersebut tidak sampai ke Bukittinggi di karenakan sulitnya sistem komunikasi pada saat itu, namun ternyata pada saat bersamaan ketika mendengar berita bahwa tentara Belanda telah menduduki Ibukota Yogyakarta dan menangkap sebagian besar pimpinan Pemerintahan Republik Indonesia, tanggal 19 Desember sore hari, Sjafruddin Prawiranegara segera mengambil inisiatif yang senada. Dalam rapat di sebuah rumah dekat Ngarai Sianok, Bukittinggi, 19 Desember 1948, ia mengusulkan pembentukan suatu pemerintah darurat (emergency government). Gubernur Sumatra Mr TM Hasan menyetujui usul itu “demi menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang berada dalam bahaya, artinya kekosongan kepala pemerintahan, yang menjadi syarat internasional untuk diakui sebagai negara”.
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dijuluki “penyelamat Republik”. Dengan mengambil lokasi di suatu tempat di daerah Sumatera Barat, pemerintahan Republik Indonesia masih tetap eksis meskipun para pemimpin Indonesia seperti Soekarno-Hatta telah ditangkap Belanda di Yogyakarta. Sjafruddin Prawiranegara menjadi Ketua PDRI dan kabinetnya yang terdiri dari beberapa orang menteri. Meskipun istilah yang digunakan waktu itu “ketua”, namun kedudukannya sama dengan presiden.
Sjafruddin menyerahkan mandatnya kemudian kepada Presiden Soekarno pada tanggal 13 Juli 1949 di Yogyakarta. Dengan demikian, berakhirlah riwayat PDRI yang selama kurang lebih delapan bulan melanjutkan eksistensi Republik Indonesia sebagai negara bangsa yang sedang mempertaankan kemerdekaan dari agresor Belanda yang ingin kembali berkuasa.
Setelah menyerahkan mandatnya kembali kepada presiden Soekarno, Syafruddin Prawiranegara tetap terlibat dalam pemerintahan dengan menjadi menteri keuangan. Pada Maret 1950, selaku Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta, ia melaksanakan pengguntingan uang dari nilai Rp 5 ke atas, sehingga nilainya tinggal separuh. Kebijaksanaan moneter yang banyak dikritik itu dikenal dengan julukan Gunting Syafruddin.
PRRI
Akibat ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat karena ketimpangan-ketimpangan sosial yang terjadi dan juga pengaruh komunis (terutama PKI) yang semakin menguat, pada awal tahun 1958, Syafruddin Prawiranegara dan beberapa tokoh lainnya mendirikan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang berbasis di sumatera tengah dan ia di tunjuk sebagai Presidennya.
Dakwah
Setelah bertahun-tahun berkarir di dunia politik, Syafrudin Prawiranegara akhirnya memilih lapangan dakwah sebagai kesibukan masa tuanya. Dan, ternyata, tidak mudah. Berkali-kali bekas tokoh Partai Masyumi ini dilarang naik mimbar. Juni 1985, ia diperiksa lagi sehubungan dengan isi khotbahnya pada hari raya Idul Fitri 1404 H di masjid Al-A’raf, Tanjung Priok, Jakarta.
“Saya ingin mati di dalam Islam. Dan ingin menyadarkan, bahwa kita tidak perlu takut kepada manusia, tetapi takutlah kepada Allah,” ujar ketua Korp Mubalig Indonesia (KMI) itu tentang aktivitasnya itu.
Di tengah kesibukannya sebagai mubalig, bekas gubernur Bank Sentral 1951 ini masih sempat menyusun buku Sejarah Moneter, dengan bantuan Oei Beng To, direktur utama Lembaga Keuangan Indonesia.
Syafruddin Prawiranegara meninggal pada 15 Februari 1989 di makamkan di Tanah Kusir, Jakarta Selatan.
Biodata
Nama lengkap : Mr. Syafruddin Prawiranegara
Nama kecil : Kuding
Lahir : 28 Februari 1911
Meninggal : 15 Februari 1989 (umur 77)
Ayah : Arsyad Prawiraatmadja
Istri : T. Halimah Syehabuddin Prawiranegara
Agama : Islam
Ketua/Presiden Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI)
Masa jabatan : 19 Desember 1948 – 13 Juli 1949
Pendahulu : Soekarno
Pengganti : Soekarno
Pendidikan:
ELS (1925)
MULO,Madiun (1928)
AMS, Bandung (1931)
Rechtshogeschool, Jakarta (1939)
Karir:
Pegawai Siaran Radio Swasta (1939-1940)
Petugas Departemen Keuangan Belanda (1940-1942)
Pegawai Departemen Keuangan Jepang
Anggota Badan Pekerja KNIP (1945)
Wakil Menteri Keuangan (1946)
Menteri Keuangan (1946)
Menteri Kemakmuran (1947)
Perdana Menteri RI (1948)
Presiden Pemerintah Darurat RI (1948)
Wakil Perdana Menteri RI (1949)
Menteri Keuangan (1949-1950)
Gubernur Bank Sentral/Bank Indonesia (1951)
Anggota Dewan Pengawas Yayasan Pendidikan & Pembangunan Manajemen (PPM) (1958)
Pimpinan Masyumi (1960)
Anggota Pengurus Yayasan Al Azhar/Yayasan Pesantren Islam (1978)
Ketua Korps Mubalig Indonesia (1984 – 1989 )
CatatanDiolah dari berbagai sumber
sumber:

Sejarah Indonesia


Rabu, 14 Agustus 2013

Negeriku :SBY salah pilih Rudi Rubiandini?

Reporter : Laurencius Simanjuntak


Penangkapan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) Rudi Rubiandini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menimbulkan pertanyaan bagi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sebab, Presiden SBY sendiri yang menunjuk Rudi menduduki jabatan itu.

Sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Presiden berwenang menetapkan langsung Kepala SKK Migas (pasal 8).

Penetapan langsung ini lantaran SKK Migas merupakan badan sementara, sebelum UU baru dibentuk pasca-pembubaran Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) 13 November 2012.

Penetapan langsung oleh Presiden ini berbeda dengan pengangkatan Kepala BP Migas, lembaga yang sementara ini digantikan SKK Migas. Dulu, Presiden tidak boleh langsung menetapkan Kepala BP Migas, melainkan harus atas persetujuan DPR melalui uji kelayakan dan kepatutan.

Berdasarkan kewenangan penunjukan langsung itulah Presiden SBY akhirnya memilih Rudi Rubiandini sebagai Kepala SKK Migas. Pakar perminyakan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) sebelumnya adalah Deputi Pengendalian Operasi BP Migas, lembaga yang dibubarkan karena menyalahi konstitusi.

Sebelum menunjuk Rudi sebagai Kepala SKK Migas, SBY juga telah menunjuk profesor yang terkenal pengkritik keras semburan lumpur Lapindo itu sebagai Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral. Dengan ditangkapnya Rudi oleh KPK atas dugaan suap, apakah penunjukan SBY atas Rudi yang kedua ini berarti salah?

SBY belum berkomentar soal penangkapan Rudi. Namun, SBY memastikan penangkapan tidak akan mengganggu kinerja SKK Migas.

"Presiden akan menunggu laporan dari Menteri ESDM terlebih dahulu dan tentunya akan memastikan hal ini tidak akan mengganggu sistem operasional dan organisasi SKK Migas," kata Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Firmanzah.
[ren]

Jumat, 09 Agustus 2013

Surya Paloh Salat Id di Kompleks Media Group



Metrotvnews.com, Jakarta: Sekitar seribu jamaah yang terdiri dari karyawan dan masyarakat sekitar melaksanakan salat id di Masjid Nursiah Daud Paloh di Kompleks Media Group, di Kedoya, Jakarta Barat, Kamis (8/8).

Salat id yang dimulai pada pukul 7 pagi, itu juga dihadiri Chairman Media Group Surya Paloh. Bertindak sebagai imam sekaligus khatib Syamsul Maarif.

Dalam ceramahnya Syamsul Maarif menyampaikan bahwa manfaat berpuasa adalah sebagai ajang untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menjalin silaturahmi antarsesama manusia.

''Oleh karena itu umat muslim diharapkan mengamalkan hikmah Ramadan, baik sesudah Idul Fitri untuk memperbaiki akhlak,'' katanya.(*)