ADAGIUM politik itu kotor mendapat konfirmasi dalam kultur politik di negeri ini. Bahkan, menurut Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat, kultur politik Indonesia sudah pada taraf busuk.
Indikasinya ialah banyaknya politikus yang terlibat korupsi. Terakhir tentu saja status tersangka korupsi yang ditabalkan KPK kepada mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, yang berujung pada kekisruhan di tubuh partai.
"Apa yang terjadi di Demokrat ini mengingatkan kita bahwa siapa pun yang terjun ke politik, karena kultur dan struktur politik yang busuk, yang ikut di dalamnya akan ikut busuk," ujar Komaruddin saat berbincang dengan <I>Media Indonesia<P>, pekan lalu.
Beberapa anak muda seperti Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, dan Angelina Sondakh, sebelum masuk ke partai politik, dikenal sebagai sosok yang cemerlang. Anas pernah menjabat ketua umum organisasi mahasiswa terbesar, yakni Himpunan Mahasiswa Islam. Angelina Sondakh sebelumnya dikenal sebagai Putri Indonesia. Andi Mallarangeng sebelumnya dikenal sebagai intelektual hebat.
Namun, pribadi-pribadi cemerlang itu tiba-tiba menjadi sosok-sosok kotor akibat predikat tersangka korupsi yang dilekatkan pada mereka. Itu terjadi setelah mereka bergabung ke partai politik. Parpol akhirnya dipersepsikan sebagai kubangan kotor politik yang siap menjebloskan siapa saja ke dalamnya.
Mereka yang idealis sekalipun, yang awalnya bercita-cita mulia melakukan perubahan, justru terseret derasnya arus politik kotor yang dipraktikkan parpol. Itu terjadi karena parpol memang sudah kotor, bahkan busuk dalam istilah Komaruddin Hidayat.
Politik dan partai politik menjadi tidak menarik bagi anak-anak muda idealis dan cemerlang. Padahal, di era transisi menuju demokrasi sekarang ini, Indonesia membutuhkan kaum muda yang bermental bersih, jujur, idealistis, dan intelek. Sosok-sosok seperti itulah yang akan mengantarkan Indonesia menjadi negara demokrasi sesungguhnya.
Oleh karena itu, parpol mesti menciptakan sistem internal yang menjadikan politik bukanlah sesuatu yang berongkos mahal. Parpol mesti memperbanyak rekrutmen kader bersih, jujur, idealistis, dan cerdas. Bila kemampuan finansial sosok-sosok itu terbatas, parpollah yang mengongkosi mereka hingga mereka menduduki jabatan publik.
Itu artinya parpol harus mengubah seratus delapan puluh derajat paradigma berpolitik mereka. Parpol bukan merekrut orang untuk menjadi ATM partai, melainkan parpollah yang yang mengongkosi biaya politik kader-kader cemerlang.
Kelak ketika menduduki jabatan publik, kader-kader cemerlang itu akan menghasilkan regulasi, sistem, dan struktur politik Indonesia yang berbiaya murah. Bukankah ongkos politik yang mahal dianggap sebagai biang keladi korupsi politisi parpol?
Parpol semestinya menjadikan Pemilu 2014 sebagai momentum mengubah citra bahwa politik itu kotor menjadi politik itu bersih.
Indikasinya ialah banyaknya politikus yang terlibat korupsi. Terakhir tentu saja status tersangka korupsi yang ditabalkan KPK kepada mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, yang berujung pada kekisruhan di tubuh partai.
"Apa yang terjadi di Demokrat ini mengingatkan kita bahwa siapa pun yang terjun ke politik, karena kultur dan struktur politik yang busuk, yang ikut di dalamnya akan ikut busuk," ujar Komaruddin saat berbincang dengan <I>Media Indonesia<P>, pekan lalu.
Beberapa anak muda seperti Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, dan Angelina Sondakh, sebelum masuk ke partai politik, dikenal sebagai sosok yang cemerlang. Anas pernah menjabat ketua umum organisasi mahasiswa terbesar, yakni Himpunan Mahasiswa Islam. Angelina Sondakh sebelumnya dikenal sebagai Putri Indonesia. Andi Mallarangeng sebelumnya dikenal sebagai intelektual hebat.
Namun, pribadi-pribadi cemerlang itu tiba-tiba menjadi sosok-sosok kotor akibat predikat tersangka korupsi yang dilekatkan pada mereka. Itu terjadi setelah mereka bergabung ke partai politik. Parpol akhirnya dipersepsikan sebagai kubangan kotor politik yang siap menjebloskan siapa saja ke dalamnya.
Mereka yang idealis sekalipun, yang awalnya bercita-cita mulia melakukan perubahan, justru terseret derasnya arus politik kotor yang dipraktikkan parpol. Itu terjadi karena parpol memang sudah kotor, bahkan busuk dalam istilah Komaruddin Hidayat.
Politik dan partai politik menjadi tidak menarik bagi anak-anak muda idealis dan cemerlang. Padahal, di era transisi menuju demokrasi sekarang ini, Indonesia membutuhkan kaum muda yang bermental bersih, jujur, idealistis, dan intelek. Sosok-sosok seperti itulah yang akan mengantarkan Indonesia menjadi negara demokrasi sesungguhnya.
Oleh karena itu, parpol mesti menciptakan sistem internal yang menjadikan politik bukanlah sesuatu yang berongkos mahal. Parpol mesti memperbanyak rekrutmen kader bersih, jujur, idealistis, dan cerdas. Bila kemampuan finansial sosok-sosok itu terbatas, parpollah yang mengongkosi mereka hingga mereka menduduki jabatan publik.
Itu artinya parpol harus mengubah seratus delapan puluh derajat paradigma berpolitik mereka. Parpol bukan merekrut orang untuk menjadi ATM partai, melainkan parpollah yang yang mengongkosi biaya politik kader-kader cemerlang.
Kelak ketika menduduki jabatan publik, kader-kader cemerlang itu akan menghasilkan regulasi, sistem, dan struktur politik Indonesia yang berbiaya murah. Bukankah ongkos politik yang mahal dianggap sebagai biang keladi korupsi politisi parpol?
Parpol semestinya menjadikan Pemilu 2014 sebagai momentum mengubah citra bahwa politik itu kotor menjadi politik itu bersih.
Komentar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar